Jumat, 13 Juni 2014

Akhlak Islami Dalam Bertetangga

Akhlak Islami Dalam Bertetangga

Demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :
"وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa: 36)
Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia. Sampai-sampai sikap bertetangga dijadikan sebagai indikator keimanan.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
 “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)
Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
 “Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris” (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)
Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih dekat tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempererat hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah, dengan sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan” (Tafsir As Sa’di, 1/177)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ ، وَخَيْرُ الْـجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِـجَارِهِ
 “Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya” (HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)
Ancaman Atas Sikap Buruk Kepada Tetangga
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menafikan keimanan dari orang yang lisannya kerap menyakiti tetangga. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ . قِيْلَ: وَ مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الَّذِيْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

 “Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: ‘Siapa itu wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari bawa’iq-nya (kejahatannya)‘” (HR. Bukhari 6016, Muslim 46)
Bahkan mengganggu tetangga termasuk dosa besar karena pelakunya diancam dengan neraka. Ada seorang sahabat berkata:
يا رسول الله! إن فلانة تصلي الليل وتصوم النهار، وفي لسانها شيء تؤذي جيرانها. قال: لا خير فيها، هي في النار

 “Wahai Rasulullah, si Fulanah sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya pernah menyakiti tetangganya. Rasulullah bersabda: ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka’” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak 7385, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad 88)
Bentuk-Bentuk Perbuatan Baik Kepada Tetangga
Semua bentuk akhlak yang baik adalah sikap yang selayaknya diberikan kepada tetangga kita. Diantaranya adalah bersedekah kepada tetangga jika memang membutuhkan. Bahkan anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ

 “Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 149)
Beliau juga bersabda:
إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوْفٍ

Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” (HR. Muslim 4766)
Dan juga segala bentuk akhlak yang baik lainnya, seperti memberi salam, menjenguknya ketika sakit, membantu kesulitannya, berkata lemah-lembut, bermuka cerah di depannya, menasehatinya dalam kebenaran, dan sebagainya.
Jika Bertetangga Dengan Non-Muslim
Dalam firman Allah Ta’ala pada surat An Nisa ayat 36 di atas, tentang anjuran berbuat baik pada tetangga, disebutkan dua jenis tetangga. Yaitu al jaar dzul qurbaa (tetangga dekat) dan al jaar al junub (tetangga jauh). Ibnu Katsir menjelaskan tafsir dua jenis tetangga ini: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan kekerabatan dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan”. Beliau juga menjelaskan: “Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al Bikali bahwa al jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah Yahudi dan Nasrani” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/298).
Anjuran berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap orang yang disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Ketika menjelaskan hadits

مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

 “Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris
Al ‘Aini menuturkan: “Kata al jaar (tetangga) di sini mencakup muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang pendatang, orang asli pribumi, orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, karib kerabat, ajnabi, baik yang dekat rumahnya atau agak jauh” (Umdatul Qaari, 22/108)
Demikianlah yang dilakukan para salafus shalih. Dikisahkan dari Abdullah bin ‘Amr Al Ash:

أَنَّهُ ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ، فَجَعَلَ يقول لغلامه: أهديت لجارنا اليهوي؟ أَهْدَيْتَ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ؟ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بالجارحتى ظننت أنه سيورثه

 “Beliau menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang pemuda: ‘akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’. Pemuda tadi berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda ‘Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris‘” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad 78/105, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad)
Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:
Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak, yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.
Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim.
Tetangga non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.

Jum'at, 13/06/2014   04:29

4 Kriteria manusia

 Kriteria manusia

4 Kriteria manusia berdasarkan keterangan dari Imam Kholil bin Ahmad rahimahumullah dalam Kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali rahimahumullah.
Diterangkan bahwa manusia itu ada empat jenis.

1. orang yang tahu dan tahu kalau dirinya tahu, itulah orang ALIM, maka ikutilah dia.

2.orang yang tahu tapi tidak tahu kalau dirinya tahu, itulah orang LALAI, maka sadarkanlah dia.

3. orang yang tidak tahu tapi tahu kalau dirinya tidak tahu, itulah orang MUSTARSYID (yang butuh petunjuk), maka tunjukkanlah dia (ke jalan yang benar).

4. orang yang tidak tahu dan tidak tahu kalau dirinya tidak tahu, itulah orang JAHIL, maka tinggalkanlah dia. 

Pertanyaannya: Kenapa Si Jahil ditinggal bukan diajar ?
Jawabnya: Karena dia merasa lebih mengetahui dari Ulama, bahkan sampai berani menghina/melawan Ulama..

Untuk Merubah karakter seperti ini ialah dengan cara orang tersebut dikucilkan dengan harapan agar sadar akan kebodohannya. 

Jum'at, 13 Juni 2014  04:11