Senin, 31 Januari 2022

Karma


 KARMA
=======
pengertian Karma yg dimaksudkan dlm pembahasan ini adlh suatu bentuk "balasan" setimpal atas perbuatan seseorang dimasa lalunya. 
Apakah ini ada dalam islam?...

Istilah karma jelas tdk ada krn bukan bahasa arab. Namun sudah terang bhw Allah itu adalah Maha Membalas (al-Muntaqim). Kalau Allah itu disebut Maha membalas, tentu saja ada balasan dlm setiap perbuatan manusia, itu pula sebutan lainnya adalah KARMA. 

Dalam islam dikenal istilah "QISHOSH" hukum balas, namun qishos diartikan sempit dengan "mata balas mata, nyawa balas nyawa", atau hanya diartikan "manusia membalas perbuatan buruk manusia yang lainnya, secara setimpal". 
Apa yg terjadi jika seseorang "TIDAK MEMBALAS" atas aniaya yg dilakukan orang lain?..
Maka Allahlah yg akan membalasnya/melakukan qishosnya.

Maka dg demikian, Karma pd dasarnya sama dg qishos. Krn orang islam bnyk yg fanatik dan berhaluan keras, mereka sangat anti dengan istilah yg berasal bukan dari arab, atau islam, apalagi istilah Karma itu berasal dari hindu. Lalu merekalah yg menentang karma, dengan berbagai dalih, padahal mereka tau bahwa Allah memang membalas segala perbuatan manusia. Orang fanatik membabi buta, memang selalu percaya istilah "arab" daripada yg lain, padahal aslinya yah sama saja maksud dan tujuannya, mereka alergi dengan istilah yg berasal dari non-muslim karena takut menjadi kafir, dianggap sbg tasyabuh/menyerupai orang kafir. Padahal tasyabuh/menyerupai itu maksudnya yah qolbunya yg menyerupai orang kafir, bukan ttg istilah atau budayanya yg baik.

Tasyabuh Bil Kuffar (menyerupai orang kafir) ini yah maksudnya itu spt ini: bahwa yg menyerupai itu qolbunya, dimana qolbunya orang kafir itu : suka sombong, riya, ujub, munafik, syirik, iri, dengki, hasut dsb segala macam yg buruk2. Itulah maksudnya menyerupai orang kafir, dan siapa yg menyerupai orang kafir itu akan menjadi golongan meraka (orang kafir).

Jumat, 28 Januari 2022

Rabu, 19 Januari 2022

Nerimo ing pandum



 

























Qona'ah

Nerimo ing pandum..... Menerima dengan sebuah kenyataan..... Bahwasannya hidup itu tak selamanya indah, membahagiakan, menarik dst......

Ada di suatu masa, akan terjadi kepada siapapun juga, dimana titik-titik yang tidak menyenangkan, tidak membahagiakan pasti terjadi.....

Tetaplah tenang, tetap legowo dan qona'ah menerima keadaan kita..... Tidaklah mungkin mengharap ridho-Nya bila kita sendiri tidak ridho atas kehendak-Nya.....

Apapun situasi yang kita hadapi, yakinlah bahwasannya Allah itu tidak membebani melainkan menurut kadar kemampuan ... 

Tetaplah berjuang menurut kadar kemampuan masing-masing, dan terimalah setiap keadaan dengan rasa syukur..... Innallaha ma'ana...... Tdk usah bersedih hati,,,,,,

Muhammad zuhri

Senin, 17 Januari 2022

Minggu, 16 Januari 2022

Kebahagiaan yang hakiki


FATWA KEHIDUPAN
Abah syekh muhammad zuhri

Ketidak Polosan dan ketidak Jujuran Adlh Hijab Tertinggi

Ketidak-blokosutoan atau ketidak polosan ataupun ketidak jujuran dan keterbukaan diri pribadi adalah hijab tertinggi yang menghalangi diri pribadi dari pancaran cahaya nurani sbg ungkapan TUHAN sejati....... tidak mungkin bisa hidup didalam dualisme, sbb itu adalah kemunafikan diri pribadi, sedangkan ini adalah alamnya kematian, maka kemunafikan itu adalah kematian itu sendiri, bagaimana hati hendak hidup, jika selalu dibungkus fatamorgana dan cermin2 penipu......

Ada yang mengatakan bahwa syarat kemakrifatan itu harus cerdas dan tinggi daya tangkapnya. Itu sama sekali tidak benar. Kecerdasan dan tingginya daya tangkap memang modal, tetapi itupun bs jd pisau bermata ganda, yg bs melukai diri sendiri dengan kesombongan.

Dahulu kala adam itu dipandang rendah oleh para malaikat, mrk underestimate/meremehkan adam, krn merasa telah berilmu dan adam itu bodoh, dan memang adam sebenarnya bodoh serta bukan tandingan malaikat baik dari segi ilmu maupun segi ibadah, namanya saja "anak kemaren sore".

Tapi begitu diadu antara adam dan para malaikat, keadaannya terbalik, kepongahan para malaikat terhantam oleh adam, yang berhasil mengalahkan semua malaikat. Siapa yg mengajari adam??.... tentu saja Allahlah yang mengajari adam tanpa sepengetahuan para malaikat......

Pertanyaan yang paling penting adalah bagaimana adam bisa mengalahkan malaikat, modal apa yg membuatnya "diajari" Allah langsung???...... 

Hanya sederhanya saja, adam itu polos dan lugu, hanya nrimo saja ketika direndahkan oleh malaikat. Karena Tuhan sejatinya itu memang hanya akan ditemukan orang dalam alam "kepolosan" dan "originalitas" diri pribadi. Adam telah makrifatulloh, hanya dengan bermodalkan kepolosannya seperti itu. 

Jadi tidak harus seperti unta yang memikul banyak kitab, lalu berjalan sempoyongan karena terlalu beratnya beban. Itu bukan syarat bagi makrifatulloh, tidak harus engkau cerdas dan tinggi daya tangkap, itu semua tidak benar..

Allahu'alam

Kamis, 13 Januari 2022

Rabu, 12 Januari 2022

Selasa, 11 Januari 2022

Amanah

 



Amanah adalah sebuah tugas yang menjadi tanggung jawab masing2 individu.....

Ketika seseorang menanggung beban amanah yg berat lalu ia berhasil naik, maka kemampuanya itu adalah luar biasa dibanding yg bisa naik tanpa beban.....

Banyak orang yg lari menjauhi beban karena takut tdk bisa naik menuju hadrah illahi, sbb beban itu memberatkannya.....

Padahal Allah itu mengerti bahwa dengan beban itu ia luar biasa jika mampu mendaki tinggi.....

Maka hal demikian mesti di perhatikan, bahwa tidak perlu berlari dari setiap beban tanggung jawab yg di emban, namun yg di butuhkan adalah "tambahan kekuatan dan penguatan dari Allah", bukan pengurangan atas beban.....

Yg mengerti, tdk meminta pengurangan beban, namun meminta tambahan kekuatan memikul beban.....

Tidak dapat maju

 https://youtu.be/y2QKV72Wkik



Kenang-kenangan

2=2x i ...  OSGD MADH MSOOI
2=2x ii...  OSGB ISJM JMHB
1?, ........   OSIM SODH MAII
I6℅2413  OSIA GOBA JIBG
54,2 .......  OSIM IHSG AGHJ

OSIA IAAS OJIA ... 2℅18

OSDB GDMD HOHG ... 70,--1
OSGB MIGB DSII ........... ¢,?1
OSDS IIGJ OIOG ............ 5,{2=


Senin, 10 Januari 2022

Cara mengajinya orang dulu dan sekarang



Bismillah

Mencari Ilmu

Dahulu, orang sulit mencari ilmu tapi mudah mengamalkannya. 

Sekarang, orang mudah mencari ilmu tapi sulit mengamalkannya.

Dahulu, ilmu dikejar, ditulis, dihafal, diamalkan dan diajarkan. 

Sekarang, ilmu diunduh, disimpan dan dikoleksi, lalu diperdebatkan.

Dahulu, butuh peras keringat dan banting tulang untuk mendapatkan ilmu. Sekarang, cukup peras kuota internet sambil duduk manis ditemani secangkir minuman dan snack.

Dahulu, ilmu disimpan di dalam hati, selama hati masih normal, ilmu tetap terjaga. 

Sekarang, ilmu disimpan di dalam memori gadget, kalau baterai habis, ilmu tertinggal. Kalau gadget rusak, hilanglah ilmu.

Dahulu, harus duduk berjam-jam di hadapan guru penuh rasa hormat dan sopan, maka ilmu merasuk bersama keberkahan. 

Sekarang, cukup tekan tombol atau layar sambil tidur-tiduran, maka ilmu merasuk bersama kemalasan.

Imam Malik Rahimahullah mengatakan, "Tidak akan menjadi baik umat belakangan ini kecuali apabila diperbaiki dengan cara orang-orang terdahulu"

Subhanallah......

Semoga hati kita tersentuh.

Minggu, 09 Januari 2022

Nafs





Masuk tarekat berarti siap siap masuk neraka dunia, siap di hina, siap di caci maki siap di anggap orang paling hina yang demikian itu adalah benar adanya.
 Jika mampu menerima itu berarti telah sadar diri bahwa hanya Allah sajalah yang maha suci yang maha segala galanya.

==================================

MENGAPA ILMU MAKRIFAT HARUS DIRAHASIAKAN ?


Ilmu Makrifat tidak boleh di ajarkan kepada yang bukan ahlinya, Nabi melarang dengan tegas.
Karena Allah itu ghaib, maka perkara ini termasuk perkara yang dilarang untuk menyampaikannya dan haram pula dipaparkan kepada yang bukan ahlinya (orang awam), sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadist :
Nabi bersabda :
وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ
Artinya: “Telah memberikan kepadaku oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan saya tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya bila saya tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu pengetahuan dengan memberikan isyarat kepada lehernya.
اَفَاتُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ وَاِضَاعَتُهُ اَنْ تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ
Artinya : “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan menyebabkan hilangnya ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”
Para sufi juga mengatakan:
وَلِلَّهِ مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا
Artinya: “Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada yang bukan ahlinyah”.
Banyak orang yang sudah belajar ilmu makrifat namun kadang dengan begitu mudahnya menceritakan ilmu yang dipelajarinya kepada orang lain tanpa melalui proses pengijazahan atau lewat mursyid (guru) yang ahli, sehingga tak sadar ilmunya justru hilang, dan disaat ajalnya tiba dia justru tak mendapat hidayah bertemu dengan Rabbnya sehingga kematiannya masuk kedalam golongan kematian syariat, hancur tubuhnya di dalam kubur dan mengalami siksaan karena pertanyaan Mungkar dan Nakir tak bisa terjawab olehnya, Masya Allah
ILMU FIQHI DAN ILMU SYARIAT TIDAK BOLEH DIRAHASIAKAN
Adapun Ilmu Fiqhi tak boleh disembunyikan karena itu merupakan landasan yang paling wajib agar manusia bisa beriman kepada Allah, menyembunyikan ilmu fiqhi hukumnya adalah neraka, Ilmu fiqhi boleh diajarkan kepada siapapun, dalilnya :
Adapun tentang Ilmu Fiqih atau Syariat Nabi bersabda:
بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْ اَيَةً
Artinya: “Sampaikanlah oleh kamu walau satu ayat saja”.
Adapun Ilmu Fiqih tidak boleh disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ كَتَمَ عِلْمًا لِجَمِّهِ اللهِ بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ
Artinya: “Barangsiapa yang telah menyembunyikan suatu ilmupengetahuan (ilmu syariat) akan dikekang oleh Allah ia kelak dengan api neraka”.
Beberapa pertanyaan sering terulang tentang mengapa Ilmu Makrifat di rahasiakan.
Sebenarnya tak ada satu ilmu pun di dunia ini yang harus di rahasiakan, tetapi yang perlu kita ketahui adalah bahwa dalam menuntut ilmu itu tetaplah punya aturan atau persyaratan.
Ibarat bila seseorang ingin belajar di perguruan tinggi atau sekolah maka tak semudah dan segampang atau sesuka hatinya dia masuk perguruan tinggi atau sekolah tersebut lantas menimba ilmu di perguruan tinggi tersebut dengan sesuka hatinya, tentulah perguruan tinggi atau sekolah punya aturan dalam menerima siswa / mahasiswanya. Bila orang tersebut memenuhi syarat dan kriteria maka layaklah dia diterima sebagai siswa/mahasiswa di perguruan tinggi atau sekolah tersebut.
Begitupun bila seorang ingin menimba ilmu Makrifat maka tentu harus punya kriteria dan syarat agar diterima sebagai santri atau murid,
Seorang guru makrifat dikenal dengan istilah Mursyid adalah guru yang sudah mendapat amanah dan terpilih secara langsung atau tidak langsung untuk meneruskan ilmu makrifat kepada orang lain,
Terpilihnya seseorang jadi mursyid tentu karena orang tsb memiliki syarat dan kriteria baik di mata gurunya (mursyidnya) maupun di mata Rabb-Nya (Tuhan) sehingga dia bisa terpilih untuk mewarisi ilmu tersebut agar disampaikan kepada umat manusia. Pemilihan langsung biasa terjadi dari seorang Guru (Mursyid) kepada muridnya yang kelak akan jadi Mursyid pula, umumnya seorang guru akan mendapat hidayah dari Allah untuk memilih khalifahnya (calon Mursyid),
Dan kadang pula terjadi pemilihan tak langsung dari seorang guru kepada muridnya yang akan terpilih jadi Mursyid, seorang murid yang terpilih secara tak langsung bisa karena murid tersebut memiliki kriteria dan syarat jadi mursyid sehingga Allah memilih dia untuk meneruskan atau mengajarkan ilmu makrifat kepada umat manusia. Proses pemilihan tak langsung ini bisa terjadi melalui pengalaman batin murid tersebut inilah yang disebut dengan Ilham bila pada diri seorang Nabi disebut wahyu, sehingga berdasarkan pengalaman batinnya maka dia wajib menyampaikan perihal pengalaman batinnya tersebut kepada Guru sebelumnya, maka Guru sebelumnya akan menilainya dan meminta hidayah kepada Rabb (Tuhan), maka bila hasil hidayah tersebut sang Guru akan melihat dengan mata bashirahnya (mata batinya) bahwa muridnya tersebut sudah layak menjadi guru (Mursyid) pula, maka resmilah sang murid tersebut menjadi Mursyid.
Sang Mursyid adalah seorang yang harus mampu menjaga kerahasiaan ilmu makrifatnya dan akan menurunkan ilmu makrifat tersebut kepada umat manusia dalam hal ini yang memenuhi syarat melalui proses Ritual atau Inisiasi atau dalam dunia makrifat biasa dikenal dengan istilah Baiat.
Proses penurunan ilmu yang tidak melalui baiat atau inisiasi , maka ilmu tersebut tak akan berkah. Bahkan bisa berkibat fatal baik kepada murid tsb maupun kepada Gurunya. Banyak terjadi seseorang yang sebenarnya bukan guru tapi mengangkat diri jadi guru dan berani mengajar ilmu makrifat tsb, Inilah bahayanya sehingga beberapa orang yang pernah datang belajar kepadanya justru mengalami kekecewaan.
Ilmu makrifatulah yang sejati atau yang asli bila diturunkan tanpa melalui proses baiat atau inisiasi maka dapat membuat pengamalnya menjadi tidak waras atau gila bahkan bisa mendapat musibah, hidupnya susah atau lenyaplah ilmu tersebut pada dirinya, dsb, Inilah alasan mengapa ilmu makrifat tersebut terkesan dirahasiakan.
Jadi ilmu makrifat yang sejati proses penurunannya haruslah melalui baiat atau inisiasi, dan saat baiat atau inisiasi maka sang mursyid yang sudah mendapat karomah dari Allah akan membuka tabir ismul jalalah atau tabir cahaya ilahi pada diri muridnya,
Janganlah pernah berguru ilmu makrifat lewat buku bacaan, buku bacaan adalah sebagai sarana pendukung dan pelengkap saja untuk memahami ilmu makrifat, dan jangan pula berguru ilmu makrifat kepada orang menurunkan ilmu makrifat tersebut bukan lewat inisiasi atau baiat misalnya lewat ceramah, khutbah, diskusi, seminar, dsb , apalagi orang tersebut bukan guru atau Mursyid yang asli, tetapi mengangkat diri jadi Guru, ini banyak terjadi di sekitar kita. Maka ilmu yang dipelajarinya tidak akan berkah dan selamanya akan ngambang, merasa sudah benar dan sempurna tetapi justru tak sadar bahwa setan telah membelokkan dia kejalan yang sesat.
Ilmu Ma’rifattullah dipahami dan diamalkan dalam 3 pemahaman , yaitu :
1. PEMAHAMAN DASAR, sifat Ilmunya WAJIB FARDHU AIN bagi setiap umat islam yang sudah dewasa dan berakal sehat.
2. PEMAHAMAN YANG MENDALAM, 
Pemahaman yang sifatnya mendalam dan hanya di sampaikan kepada yang berhak saja serta tidak di sampaikan secara terbuka kepada khalayak umum. ( Hukumnya FARDHU KIFAYAH )
Untuk bisa memahaminya maka harus mendapatkan HIDAYAH ANUGERAH AL HIKMAH
surat Albaqarah 269,Allah swt berfirman ;
” ALLAH MENGANUGRAHKAN AL HIKMAH ( pemahaman yang dalam tentang alquran dan As sunnah ) kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan barang siapa yang dianugerahi AL HIKMAH itu maka ia benar-benar telah di anugerahi karunia yang banyak dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari firman allah “
3. PEMAHAMAN YANG RAHASIA DAN DIRAHASIAKAN,
Pemahaman yang sifatnya RAHASIA dan tidak selayaknya disampaikan kepada siapapun kecuali hanya untuk diri sendiri karena ilmunya antara diri dan Allah swt semata.
Hanya dengan RAHMAT ALLAH SWT seseorang DITARIK MASUK KEDALAM RAHASIANYA yang di tandai dengan adanya HIDAYAH MENDAPAT NIKMAT LUAR BIASA DARI UJUNG RAMBUT SAMPAI UJUNG KAKI atau mengalami RAHASIA PERJALANAN SPIRITUAL SURAT AL FATIHAH dan menerima ANUGERAH NIKMAT sebagaimana surat Alfatiha ayat 7 :
“ Jalan orang-orang yang telah Engkau ANUGERAHKAN NIKMAT kepada mereka,bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat “
DARI ABU HURAIRAH:
” Aku telah hafal dari Rasulullah dua macam ilmu:Pertama Ialah Ilmu yg Aku Di Anjurkan Untuk Menyebarluaskan(Mengajarkan) kepada Sekalian Manusia.Dan Yg Kedua Ialah Ilmu yg Aku Tidak Di Perintahkan Untuk Menyebarluaskan(mengajarkan)kepada Manusia.Maka Apabila Ilmu Ini Aku Sebarluaskan Niscaya Engkau Sekalian Akan Memotong Leherku. “ (HR.Thabrani)
Ke RAHASIAAN ini juga dibenarkan oleh Allah swt sebagaimana yang di isyaratkan dalam Alquran surat ke 35 Fatir ayat 32 :
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِي
Tsumma auratsnaal kitaabal-ladziina-ashthafainaa min ‘ibaadinaa faminhum zhaalimun linafsihi waminhum muqtashidun waminhum saabiqun bil khairaati biidznillahi dzalika huwal fadhlul kabiir(u)
Artinya : “Kemudian Kitab itu ( Alquran ) kami wariskan kepada orang – orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada ( pula ) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan ijin Allah , yang demikian itu adalah karunia yang sangat besar “
Wassalam.


MENGAPA ILMU MAKRIFAT HARUS DIRAHASIAKAN ?
Ilmu Makrifat tidak boleh di ajarkan kepada yang bukan ahlinya, Nabi melarang dengan tegas.
Karena Allah itu ghaib, maka perkara ini termasuk perkara yang dilarang untuk menyampaikannya dan haram pula dipaparkan kepada yang bukan ahlinya (orang awam), sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadist :
Nabi bersabda :
وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ
Artinya: “Telah memberikan kepadaku oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan saya tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya bila saya tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu pengetahuan dengan memberikan isyarat kepada lehernya.
اَفَاتُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ وَاِضَاعَتُهُ اَنْ تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ
Artinya : “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan menyebabkan hilangnya ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”
Para sufi juga mengatakan:
وَلِلَّهِ مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا
Artinya: “Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada yang bukan ahlinyah”.
Banyak orang yang sudah belajar ilmu makrifat namun kadang dengan begitu mudahnya menceritakan ilmu yang dipelajarinya kepada orang lain tanpa melalui proses pengijazahan atau lewat mursyid (guru) yang ahli, sehingga tak sadar ilmunya justru hilang, dan disaat ajalnya tiba dia justru tak mendapat hidayah bertemu dengan Rabbnya sehingga kematiannya masuk kedalam golongan kematian syariat, hancur tubuhnya di dalam kubur dan mengalami siksaan karena pertanyaan Mungkar dan Nakir tak bisa terjawab olehnya, Masya Allah
ILMU FIQHI DAN ILMU SYARIAT TIDAK BOLEH DIRAHASIAKAN
Adapun Ilmu Fiqhi tak boleh disembunyikan karena itu merupakan landasan yang paling wajib agar manusia bisa beriman kepada Allah, menyembunyikan ilmu fiqhi hukumnya adalah neraka, Ilmu fiqhi boleh diajarkan kepada siapapun, dalilnya :
Adapun tentang Ilmu Fiqih atau Syariat Nabi bersabda:
بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْ اَيَةً
Artinya: “Sampaikanlah oleh kamu walau satu ayat saja”.
Adapun Ilmu Fiqih tidak boleh disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ كَتَمَ عِلْمًا لِجَمِّهِ اللهِ بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ
Artinya: “Barangsiapa yang telah menyembunyikan suatu ilmupengetahuan (ilmu syariat) akan dikekang oleh Allah ia kelak dengan api neraka”.
Beberapa pertanyaan sering terulang tentang mengapa Ilmu Makrifat di rahasiakan.
Sebenarnya tak ada satu ilmu pun di dunia ini yang harus di rahasiakan, tetapi yang perlu kita ketahui adalah bahwa dalam menuntut ilmu itu tetaplah punya aturan atau persyaratan.
Ibarat bila seseorang ingin belajar di perguruan tinggi atau sekolah maka tak semudah dan segampang atau sesuka hatinya dia masuk perguruan tinggi atau sekolah tersebut lantas menimba ilmu di perguruan tinggi tersebut dengan sesuka hatinya, tentulah perguruan tinggi atau sekolah punya aturan dalam menerima siswa / mahasiswanya. Bila orang tersebut memenuhi syarat dan kriteria maka layaklah dia diterima sebagai siswa/mahasiswa di perguruan tinggi atau sekolah tersebut.
Begitupun bila seorang ingin menimba ilmu Makrifat maka tentu harus punya kriteria dan syarat agar diterima sebagai santri atau murid,
Seorang guru makrifat dikenal dengan istilah Mursyid adalah guru yang sudah mendapat amanah dan terpilih secara langsung atau tidak langsung untuk meneruskan ilmu makrifat kepada orang lain,
Terpilihnya seseorang jadi mursyid tentu karena orang tsb memiliki syarat dan kriteria baik di mata gurunya (mursyidnya) maupun di mata Rabb-Nya (Tuhan) sehingga dia bisa terpilih untuk mewarisi ilmu tersebut agar disampaikan kepada umat manusia. Pemilihan langsung biasa terjadi dari seorang Guru (Mursyid) kepada muridnya yang kelak akan jadi Mursyid pula, umumnya seorang guru akan mendapat hidayah dari Allah untuk memilih khalifahnya (calon Mursyid),
Dan kadang pula terjadi pemilihan tak langsung dari seorang guru kepada muridnya yang akan terpilih jadi Mursyid, seorang murid yang terpilih secara tak langsung bisa karena murid tersebut memiliki kriteria dan syarat jadi mursyid sehingga Allah memilih dia untuk meneruskan atau mengajarkan ilmu makrifat kepada umat manusia. Proses pemilihan tak langsung ini bisa terjadi melalui pengalaman batin murid tersebut inilah yang disebut dengan Ilham bila pada diri seorang Nabi disebut wahyu, sehingga berdasarkan pengalaman batinnya maka dia wajib menyampaikan perihal pengalaman batinnya tersebut kepada Guru sebelumnya, maka Guru sebelumnya akan menilainya dan meminta hidayah kepada Rabb (Tuhan), maka bila hasil hidayah tersebut sang Guru akan melihat dengan mata bashirahnya (mata batinya) bahwa muridnya tersebut sudah layak menjadi guru (Mursyid) pula, maka resmilah sang murid tersebut menjadi Mursyid.
Sang Mursyid adalah seorang yang harus mampu menjaga kerahasiaan ilmu makrifatnya dan akan menurunkan ilmu makrifat tersebut kepada umat manusia dalam hal ini yang memenuhi syarat melalui proses Ritual atau Inisiasi atau dalam dunia makrifat biasa dikenal dengan istilah Baiat.
Proses penurunan ilmu yang tidak melalui baiat atau inisiasi , maka ilmu tersebut tak akan berkah. Bahkan bisa berkibat fatal baik kepada murid tsb maupun kepada Gurunya. Banyak terjadi seseorang yang sebenarnya bukan guru tapi mengangkat diri jadi guru dan berani mengajar ilmu makrifat tsb, Inilah bahayanya sehingga beberapa orang yang pernah datang belajar kepadanya justru mengalami kekecewaan.
Ilmu makrifatulah yang sejati atau yang asli bila diturunkan tanpa melalui proses baiat atau inisiasi maka dapat membuat pengamalnya menjadi tidak waras atau gila bahkan bisa mendapat musibah, hidupnya susah atau lenyaplah ilmu tersebut pada dirinya, dsb, Inilah alasan mengapa ilmu makrifat tersebut terkesan dirahasiakan.
Jadi ilmu makrifat yang sejati proses penurunannya haruslah melalui baiat atau inisiasi, dan saat baiat atau inisiasi maka sang mursyid yang sudah mendapat karomah dari Allah akan membuka tabir ismul jalalah atau tabir cahaya ilahi pada diri muridnya,
Janganlah pernah berguru ilmu makrifat lewat buku bacaan, buku bacaan adalah sebagai sarana pendukung dan pelengkap saja untuk memahami ilmu makrifat, dan jangan pula berguru ilmu makrifat kepada orang menurunkan ilmu makrifat tersebut bukan lewat inisiasi atau baiat misalnya lewat ceramah, khutbah, diskusi, seminar, dsb , apalagi orang tersebut bukan guru atau Mursyid yang asli, tetapi mengangkat diri jadi Guru, ini banyak terjadi di sekitar kita. Maka ilmu yang dipelajarinya tidak akan berkah dan selamanya akan ngambang, merasa sudah benar dan sempurna tetapi justru tak sadar bahwa setan telah membelokkan dia kejalan yang sesat.
Ilmu Ma’rifattullah dipahami dan diamalkan dalam 3 pemahaman , yaitu :
1. PEMAHAMAN DASAR, sifat Ilmunya WAJIB FARDHU AIN bagi setiap umat islam yang sudah dewasa dan berakal sehat.
2. PEMAHAMAN YANG MENDALAM, 
Pemahaman yang sifatnya mendalam dan hanya di sampaikan kepada yang berhak saja serta tidak di sampaikan secara terbuka kepada khalayak umum. ( Hukumnya FARDHU KIFAYAH )
Untuk bisa memahaminya maka harus mendapatkan HIDAYAH ANUGERAH AL HIKMAH
surat Albaqarah 269,Allah swt berfirman ;
” ALLAH MENGANUGRAHKAN AL HIKMAH ( pemahaman yang dalam tentang alquran dan As sunnah ) kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan barang siapa yang dianugerahi AL HIKMAH itu maka ia benar-benar telah di anugerahi karunia yang banyak dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari firman allah “
3. PEMAHAMAN YANG RAHASIA DAN DIRAHASIAKAN,
Pemahaman yang sifatnya RAHASIA dan tidak selayaknya disampaikan kepada siapapun kecuali hanya untuk diri sendiri karena ilmunya antara diri dan Allah swt semata.
Hanya dengan RAHMAT ALLAH SWT seseorang DITARIK MASUK KEDALAM RAHASIANYA yang di tandai dengan adanya HIDAYAH MENDAPAT NIKMAT LUAR BIASA DARI UJUNG RAMBUT SAMPAI UJUNG KAKI atau mengalami RAHASIA PERJALANAN SPIRITUAL SURAT AL FATIHAH dan menerima ANUGERAH NIKMAT sebagaimana surat Alfatiha ayat 7 :
“ Jalan orang-orang yang telah Engkau ANUGERAHKAN NIKMAT kepada mereka,bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat “
DARI ABU HURAIRAH:
” Aku telah hafal dari Rasulullah dua macam ilmu:Pertama Ialah Ilmu yg Aku Di Anjurkan Untuk Menyebarluaskan(Mengajarkan) kepada Sekalian Manusia.Dan Yg Kedua Ialah Ilmu yg Aku Tidak Di Perintahkan Untuk Menyebarluaskan(mengajarkan)kepada Manusia.Maka Apabila Ilmu Ini Aku Sebarluaskan Niscaya Engkau Sekalian Akan Memotong Leherku. “ (HR.Thabrani)
Ke RAHASIAAN ini juga dibenarkan oleh Allah swt sebagaimana yang di isyaratkan dalam Alquran surat ke 35 Fatir ayat 32 :
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِي
Tsumma auratsnaal kitaabal-ladziina-ashthafainaa min ‘ibaadinaa faminhum zhaalimun linafsihi waminhum muqtashidun waminhum saabiqun bil khairaati biidznillahi dzalika huwal fadhlul kabiir(u)
Artinya : “Kemudian Kitab itu ( Alquran ) kami wariskan kepada orang – orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada ( pula ) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan ijin Allah , yang demikian itu adalah karunia yang sangat besar “
Wassalam.

================================


1. Niat dan Ikhlas


Semua amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan…” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Alasan mengapa banyak ulama yang mengawali berbagai buku dan karangannya dengan hadits ini – di antaranya Imam Bukhari dalam kitab shahihnya dan Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin, Al-Adzkar, dan Al-Arba’in An-Nawawiyah – adalah agar para pembaca menyadari betapa pentingnya niat, sehingga ia akan meluruskan niatnya hanya karena Allah, baik ketika menuntut ilmu atau melakukan perbuatan baik lainnya.

Agama bertumpu pada dua hal: sisi lahiriyah (perbuatan) dan sisi batiniyah (niat). Dalam ibadah inti, seperti Shalat, Haji, dan Puasa, keberadaan niat merupakan rukun. Sehingga amalan tersebut tidak akan bernilai ibadah jika tidak diiringi dengan niat. Namun kenyataannya niat saja tidak cukup. Semua perbuatan baik dan bermanfaat, jika diiringi niat yang ikhlas dan hanya mencari keridhaan Allah. Jika sudah demikian barulah perbuatan tersebut bernilai ibadah.

Niat adalah ruh amal, inti dan sendinya. Amal mengikuti niat. Amal menjadi benar karena niat yang benar, dan amal menjadi rusak karena niat yang rusak. Nabi SAW telah menyampaikan dua kalimat yang mendalam yang mengandung ilmu, yaitu, “Sesungguhnya amal-amal itu hanya bergantung pada niat-niat, dan seseorang hanya memperoleh menurut apa yang diniatkan.”

Dalam kalimat pertama beliau SAW menjelaskan bahwa amal tidak ada artinya tanpa niat. Maka dari itu tidak disebut amal jika tanpa niat. Dalam kalimat kedua beliau menjelaskan, bahwa orang yang melakukan suatu amal tidak memperoleh apa-apa kecuali menurut niatnya. Hal ini mencakup berbagai ibadah, muamalah, iman, nadzar, perjanjian, dan tindakan apa pun.

Keberadaan niat harus disertai pembebasan dari segala keburukan, nafsu dan keduniaan, harus ikhlas karena Allah, dalam setiap amal-amal akhirat, agar amal itu diterima di sisi Allah. Namun mewujudkan ikhlas bukanlah perkara yang mudah. Jangan mengira bahwa ikhlas itu bisa diperoleh setiap tangan yang menghendakinya, dan bahwa ikhlas itu bisa diperoleh dengan usaha yang sederhana tanpa harus bersusah payah. Ini jauh sama sekali dari hakikat. Yang pasti, mewujudkan ikhlas itu bukan pekerjaan yang mudah seperti anggapan orang-orang yang biasa bertindak hanya berdasarkan kepada permukaan yang tampak, tidak dengan kandungan, atau bertindak dengan bungkus dan bukan dengan arti.

Orang-orang arif yang meniti jalan kepada Allah telah menegaskan sulitnya ikhlas dan beratnya mewujudkan ikhlas itu di dalam jiwa, kecuali orang yang memang dimudahkan Allah. Membersihkan jiwa dari hawa nafsu yang tampak maupun tersembunyi, membersihkan niat dari berbagai noda, nafsu pribadi dan duniawi, juga tidak mudah. Meredam egoisme, kecintaan kepada diri sendiri, cinta dunia dan keinginan untuk mendapatkan tujuan secara langsung, adalah pekerjaan yang amat besar.

Oleh karena itu perlu usaha maksimal, selalu memperhatikan pintu-pintu masuk bagi syetan ke dalam jiwa, membersihkan jiwa dari unsur-unsur riya’, kesombongan, gila kedudukan, suka berpenampilan dan pamer. Sebab unsur-unsur seperti ini lebih banyak menguasai jiwa manusia. Maka dari itu seorang Rabbani pernah ditanya, dia adalah Sahl bin Abdullah At-Tustary, “Apakah sesuatu yang paling berat bagi jiwa?” Maka dia menjawab, “Ikhlas. Sebab ia tidak mendapatkan bagian apa-apa.”

Yang lain juga berkata, “Memurnikan niat jauh lebih sulit bagi para ahli ibadah daripada segala amal.”

Yusuf bin Al-Husain Ar-Razy berkata, “Sesuatu yang paling mulia di dunia adalah ikhlas. Berapa banyak ikhlas menggugurkan riya’ dari hati. Seakan-akan ia menumbuhkan warna lain di dalamnya.” Yahya bin Abu Katsir berkata, “Belajarlah niat, karena niat itu lebih penting daripada amal.” Sufyan Ats-Tsaury berkata, “Tidak ada yang lebih sulit kutuntaskan pada diriku selain niat. Sebab niat itu bisa berubah menjadi dosa atas diriku.”

Daud Ath-Tha’y berkata, “Saya melihat semua kebaikan bertumpu pada niat yang baik.”

Yusuf bin Asbath berkata, “Membebaskan niat dari kerusakannya lebih sulit bagi orang-orang yang beribadah daripada berjihad dalam jangka waktu yang lama.” Abdullah bin Al-Mubarak berkata, “Berapa banyak amal yang remeh menjadi besar gara-gara niat, dan berapa banyak amal yang besar menjadi remeh gara-gara niat.”

Ada pula yang berkata, “Ikhlas satu saat merupakan keselamatan sepanjang masa, karena ikhlas adalah sesuatu yang sangat mulia.”

Mereka berkata seperti itu, karena sulitnya membebaskan diri dari nafsu. Karena mereka sangat menyadari bahwa Allah tidak akan menerima hati yang dirasuki tujuan lain, tidak menerima amal yang dirasuki tujuan lain, Dia hanya menerima amal yang murni karena mengharap keridhaan-Nya semata.

Sekali lagi niat bukanlah perkara sepele dan mewujudkan keikhlasan bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu agar kembali memperhatikan niatnya, karena niat adalah dasar amal dan kebaikan.

2. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar

Amar makruf nahi mungkar merupakan salah satu ciri yang hanya dijumpai pada kaum Muslim; tidak ada pada umat-umat lain. Bahkan keistimewaan umat Islam justru dicirikan dengan adanya sifat amar makruf nahi mungkar. Banyak ayat yang menyebut tentang amar makruf nahi mungkar dan menggandengkannya dengan sifat-sifat kaum Muslim. (Lihat: QS Ali Imran [3]: 110).

Menurut mufasir al-Qasimi, sifat tersebut (yakni amar makruf nahi mungkar, pen.) menjadi keutamaan yang Allah berikan kepada umat Islam, dan tidak diberikan kepada umat-umat lain (Al-Qasimi, Mukhtashar Min Mahâsini at-Ta‘wîl, hlm. 64, Dar an-Nafa’is).

Yang disebut dengan makruf menurut timbangan syariat Islam adalah setiap itikad (keyakinan), perbuatan (amal), perkataan (qawl), atau isyarat yang telah diakui oleh as-Syâri‘ Yang Mahabijaksana dan diperintahkan sebagai bentuk kewajiban (wujûb) maupun dorongan (nadb).
Dengan demikian, beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya; pada Hari Akhir, surga dan neraka, dan lain-lain dianggap sebagai perkara yang makruf dan diperintahkan, serta terkait dengan itikad (keyakinan/keimanan). Pelaksanaan shalat, shaum, zakat, haji, sedekah, berjihad fi sabilillah dan sejenisnya; tercakup di dalam perbuatan-perbuatan (amal) yang makruf. Mengucapkan kata-kata yang haq, memerintahkan untuk menjalankan kewajiban agama, dan melarang terjerumus dalam hal-hal yang diharamkan; juga tergolong pada perkara yang makruf.

Jadi, makruf disini berarti al-khayr (kebaikan). Oleh karena itu, amar makruf berarti perintah atau dorongan untuk menjalankan perkara-perkara yang makruf (kebaikan), yang dituntut atau didorong oleh akidah dan syariat Islam.

Sebaliknya, yang dinamakan dengan mungkar menurut timbangan syariat Islam adalah setiap itikad (keyakinan/keimanan), perbuatan (amal), ucapan (qawl) yang diingkari oleh as-Syâri‘ Yang Mahabijaksana dan harus dijauhi.
Dengan demikian, syirik kepada Allah, percaya pada ramalan bintang dan dukun, menyandarkan nasib pada mantera-mantera dan paranormal, dan sejenisnya, adalah keyakinan yang mungkar. Begitu pula minum-minuman keras (khamar), berzina, mencuri, ghîbah, berdusta, bersaksi palsu, tajassus (memata-matai) seorang Muslim, korupsi, suap, meminta bantuan militer kepada negara kafir untuk memerangi sekelompok umat Islam, tunduk pada dominasi negara-negara kafir, menelantarkan urusan rakyat, mengambil harta milik masyarakat (milik umum) tanpa legislasi syariat, menjalankan hukum thâghût (selain hukum Islam), dan sejenisnya; termasuk tindakan-tindakan mungkar.

Jadi, mungkar di sini berarti as-syarr (keburukan). Oleh karena itu, nahi mungkar berarti perintah untuk menjauhi perkara-perkara yang mungkar (keburukan), yang dihindari oleh akidah dan syariat Islam. Amar makruf nahi mungkar diwajibkan oleh syariat Islam. (Lihat: QS Ali Imran [3]: 104).

Adapun taghyîr al-munkar (mengubah kemungkaran) adalah juga diwajibkan atas setiap Muslim. Hanya saja, caranya telah ditentukan oleh Rasulullah saw. Beliau bersabda:

«مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَ ذَلِكَ اَضْعَفُ اْلإِمَانِ»
Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, hendaklah dengan lisannya; jika tidak mampu, hendaklah dengan hatinya. Akan tetapi, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR Muslim).
Menurut Qadli Iyadh, hadis itu terkait dengan sifat-sifat seseorang tatkala mengubah kemunkaran. Orang yang hendak mengubah kemungkaran berhak mengubahnya dengan berbagai cara yang dapat melenyapkan kemungkaran tersebut, baik melalui perkataan maupun perbuatan (tangan). Jika seseorang memiliki dugaan kuat (yakni jika diubah dengan tangan akan muncul kemungkaran yang lebih besar lagi, seperti menyebabkan risiko akan dibunuh atau orang lain bakal terbunuh karena perbuatannya), cukuplah mengubah kemungkaran itu dilakukan dengan lisan; diberi nasihat dan peringatan. Jika ia merasa khawatir bahwa ucapannya itu bisa berakibat pada risiko yang sama, cukuplah diingkari dengan hati. Itulah maksud hadis tersebut (An-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, jilid II/25).

Berdasarkan hal ini, seseorang yang mampu mengubah kemungkaran. Yang dimaksud dengan mengubah kemungkaran melalui hati adalah menasihati pelaku kemungkaran, kemudian (jika hal itu dilakukan, atau tidak mampu dilakukan karena adanya risiko kemungkaran yang lebih besar) memutuskan hubungannya dengan kemungkaran dan pelakunya melalui tindakan: tidak duduk bersama-sama pelaku yang tengah melaksanakan kezaliman atau tindakan mungkar; tidak minum-minum (khamar) bersama-sama; tidak makan-makan (makanan yang haram) secara bersama-sama dengan pelaku, tidak melayani/memfasilitasi dan mendorong mereka melakukan kemungkaran; dan sebagainya.

Dari paparan tersebut tampak bahwa pihak yang paling bertanggung jawab dalam melakukan amar makruf nahi mungkar dan mampu mengubah kemunkaran dengan tangan (kekuatan) adalah pemerintah atau negara. Negara memiliki seluruh pranata yang memungkinkannya bisa menjalankan amar makruf nahi mungkar dan melenyapkan kemungkaran dengan tangan (kekuatan)-nya seketika.

Masalahnya, di tengah-tengah kaum Muslim saat ini pemerintah atau negara telah berubah menjadi dâr al-kufr, syariat Islam diganti dengan sistem hukum thâghût, sekularisme dijadikan dasar negara, kedaulatan bukan di tangan Allah Swt. melainkan manusia (yaitu rakyat), kekufuran merajalela di seluruh lapisan, dari dasar hingga ke cabang-cabangnya, ideolologi kufur (seperti Komunisme, Kapitalisme-Demokrasi dan semacamnya) merajalela dan menjadi panutan kaum Muslim, bahkan dibelanya mati-matian. Artinya, negara telah menjadi pelaku atau pemelihara kemungkaran itu sendiri. Lalu apa yang harus kita lakukan?

Jawabannya, bahwa kaum Muslim saat ini harus terlibat dalam proses taghyîr al-munkar secara global dan inqilâbî (revolusioner). Caranya adalah dengan mengembalikan lagi sistem hukum Islam melalui eksistensi negara yang mendasarkan diri, menjaga, melaksanakan dan mempropagandakan akidah dan syariat Islam; yaitu melalui Negara Khilafah yang merujuk pada manhaj Nabi saw. Tentu saja, semua itu harus melalui tahapan/metode yang dilandasi oleh perjalanan Rasulullah saw. membangun Negara Madinah, bukan berdasarkan metode lain.

Jika di tengah-tengah kaum Muslim tidak terbersit upaya untuk mengubahnya, bahkan dengan hati sekalipun (membiarkan dan tidak peduli dengan kondisi kaum Muslim saat ini yang didominasi oleh kekufuran), berarti iman dalam dirinya telah sirna, dan kemungkaran akan menyelimuti seluruh umat manusia. Pada akhirnya, pintu azab Allah yang sangat pedih akan terbuka. Rasulullah saw. bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ»
Demi jiwaku yang ada dalam genggamannya, kalian memerintahkah kemakrufan dan mencegah kemungkaran atau Allah akan menimpakan azab atas kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya, lalu doa kalian tidak akan dikabulkan. (HR at-Tirmidzi).

3.Takwa


Menurut bahasa, takwa berasal dari bahasa Arab yang berarti memelihara diri dari siksaan Allah SWT, yaitu dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (Imtitsalu awamirillah wajtinabu nawahihi).

Takwa (taqwa) berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara, yakni menjaga diri agar selamat dunia dan akhirat.

Kata Waqa juga bermakna melindungi sesuatu, yakni melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan.

Pengertian Takwa Menurut Istilah Pengertian takwa menurut istilah kita dapatkan di banyak literatur, termasuk Al-Quran, Hadits, dan pendapat sahabat serta para ulama. Semua pengertian takwa itu mengarah pada satu konsep: yakni melaksanakan semua perintah Allah, menjauhi larangannya, dan menjaga diri agar terhindari dari api neraka atau murka Allah SWT.

Ibn Abbas mendefinisikan takwa sebagai "takut berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya" (Tafsir Ibn Katsir).

Ketika Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat kepada baginda Rasulullah, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah takwa. Rasulullah Saw bersabda: "Saya wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala perkara." (Tanbihul Ghofilin, Abi Laits As-Samarkindi).

Imam Qurthubi mengutip pendapat Abu Yazid al-Bustami, bahwa orang yang bertakwa itu adalah: "Orang yang apabila berkata, berkata karena Allah, dan apabila berbuat, berbuat dan beramal karena Allah."

Abu Sulaiman Ad-Dardani menyebutkan: "Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang kecintaan terhadap hawa nafsunya dicabut dari hatinya oleh Allah."

Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan, bahwa hakikat taqwa adalah taqwa hati, bukan takwa anggota badan." (Al-Fawaid).

Pengertian Takwa Menurut Al-Quran dan Hadits Pengertian takwa menurut sahabat Nabi Saw dan ulama di atas tentu saja merujuk pada Quran dan Hadits.

Al-Quran menyebutkan, takwa itu adalah beriman kepada hal gaib (Yang Mahagaib: Allah SWT), Hari Akhir, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, beriman pada kitab-kitab Allah, dengan menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam menjalankan hidupnya (QS. Al-Baqarah:2-7).

Menurut hadits Nabi Saw, pengertian takwa berintikan pelaksanaan perintah Allah SWT atau kewajiban agama.

"Laksanakan segala apa yang diwajibkan Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling bertakwa". (HR. Ath-Thabrani).

Orang bertakwa senantiasa meluangkan waktu untuk beribadah dalam pengertian ibadah mahdhoh --kewajiban utama seperti sholat dan zakat, serta puasa Ramadhan dan haji bagi yang mampu.

Allah Azza Wajalla juga berfirman dala Hadits Qudsi): "Hai anak Adam, luangkan waktu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku menghindarkan kamu dari kemelaratan. Kalau tidak, Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan kerja dan Aku tidak menghindarkan kamu dari kemelaratan." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Wallahu a'lam bish-sha

================================


ZIKIR KHOFI

Secara Teori Medis jantung atau hati manusia itu berdetak kurleb 120 x dlm semenit, 7.200 x dlm 24 jam berarti.

Dlm 7.200 x detak selama 24 jam, seberapa x hadir Allah didlm detak jantung kita tsb?

Kita semua tau, bahwa disetiap detakan jantung manusia tersebut tdk lepas dari Taqdir-Nya, dan setiap taqdir-Nya akan di 

================================


Salamun Qaulam Mir Rabbir Rahim 

Perdana menteri negara Chechnya atau dikenali sebagai Republik Chechen #RamzanAkhmadovichKadyrov , yg menyukai dunia sufi dan thariqoh yg beraliran Ahlus Sunnah Wal Jamaah (ASWJ) sedang berdzikir dg kalimah ‘La Ilaha Illallah’ yang mengandungi seluruh tasbih, tahmid dan takbir bersama para sufi dan rakyat nya yg lain.

Gerakan dlm zikir adalah sesuatu yg baik jika berniat jujur dan tdk melalaikan zikir itu

Ini kerana hal itu akan menggiatkan tubuh dlm beribadah. Dan secara syariat, gerakan dalam zikir adalah boleh. Antara sandaran dalilnya adalah hadis sahih yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibn Hanbal R.h. dlm musnadnya dan yang diriwayatkan oleh al' Maqdisi dari Anas ibn Malik R.a., dia berkata

“..Oʀᴀɴɢ² Hᴀʙᴀsʏᴀʜ (Eᴛɪᴏᴘɪᴀ) ᴘᴇʀɴᴀʜ ᴍᴇɴᴀʀɪ ᴅɪ ʜᴀᴅᴀᴘᴀɴ Nᴀʙɪﷺ. Kᴇᴛɪᴋᴀ ɪᴛᴜ, ᴍᴇʀᴇᴋᴀ ᴍᴇɴɢᴜᴄᴀᴘᴋᴀɴ, 'Mᴜʜᴀᴍᴍᴀᴅ ᴀᴅᴀʟᴀʜ sᴇᴏʀᴀɴɢ ʜᴀᴍʙᴀ ʏɢ sᴏʟᴇʜ' ᴅLᴍ ʙᴀʜᴀsᴀ Hᴀʙᴀsʏᴀʜ. Lᴀʟᴜ Nᴀʙɪﷺ ʙᴇʀᴛᴀɴʏᴀ, 'Aᴘᴀ ʏɢ ᴍᴇʀᴇᴋᴀ ᴜᴄᴀᴘᴋᴀɴ?' Dɪᴋᴀᴛᴀᴋᴀɴ ᴋᴘᴅ Nᴀʙɪﷺ, 'Mᴇʀᴇᴋᴀ ᴍᴇɴɢᴀᴛᴀᴋᴀɴ ʙᴀʜᴀᴡᴀ Mᴜʜᴀᴍᴍᴀᴅ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ʜᴀᴍʙᴀ ʏᴀɴɢ sᴏʟᴇʜ'.."

Ketika itu Nabiﷺ tdk mencela apa yg mereka perbuat dan membolehkannya. Sebagaimana telah diketahui, hukum² syariat adalah didasarkan pada perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabiﷺ. 

Oleh sebab itu, ketika Nabiﷺ membolehkan dan tdk melarang tindakan orang² Habasyah tsb, maka jelaslah bahawa hal demikian tdklah haram sama sekali dalam agama lslam.

Tarbiah Qolbun

================================


3 keadaan ini bisa dialami oleh ruhani manusia ....... 

1. merem . dalam keadaan merem maka cahaya tetap tak nampak meski di depan mata sekalipun . Ruhani yang merem adalah ruhani yang masih tidur dan dinina bobokan oleh angan2 duniawinya . 
2. melek . dalam keadaan melek maka cahaya itu menjadi nyata dan nampak terang adanya Allah dalam segala sesuatu , inilah ruhani yang sudah terbangun dari mimpi panjangnya . ruhani yang telah mencapai pencerahannya . 
3. ketika ruhani telah menjadi cahaya itu sendiri . dalam keadaan ini maka sekalian cahaya menjadi lenyap dari pandangan mata , warna warni menjadi lenyap , hanya tersisa bening dan tiada memilah milih lagi . Ruhani yang demikian adalah ruhani yang telah kembali kepada keasliannya sendiri sebagai nurani atau cahaya TUHAN itu sendiri . " Sebagaimana dirimu , seperti itulah AKU " ..... Tiada lagi mencari cari hidayah dan cahaya TUHAN , disebabkan diri telah menjadi cahaya TUHAN , maka setiap tingkah perbuatan S maupun perkataannya adalah DALIL , dialah QUR'AN berjalan yang hidup dimuka bumi ini , setiap gerak geriknya adalah hidayah itu sendiri .

================================



================================

Sabtu, 08 Januari 2022

Jumat, 07 Januari 2022

Ujian, Hukuman dan istidraj



ANTARA UJIAN & HUKUMAN ALLAH

Sayyidina Ali bin Abi Talib كرم الله وجهه pernah ditanya oleh seseorang,

"Wahai Khalifah, bagaimana agar aku dapat membedakan antara ujian dan hukuman Allah سبحانه وتعالی di dalam hidupku?"

Sayyidina Ali bin Abi Talib كرم الله وجهه
menjawab,

"Hukuman ialah apabila kamu ditimpa musibah, kamu malah makin menjauhi Allah سبحانه وتعالی. 

Manakala ujian pula ialah apabila kamu ditimpa kesusahan telah menyebabkan kamu makin mendekati dan rapat dengan Allah سبحانه وتعالی."ko


https://youtube.com/shorts/TcndFHc2o9A?feature=share
 

Selasa, 04 Januari 2022

Lihat yang di bawah

 Dahulu aku menangis karena aku berjalan tanpa alas kaki, 

Namun akhirnya aku berhenti menangis saat aku melihat lelaki tanpa kedua kakinya, 

Maka selalu ucapkanlah Alhamdulillah pada setiap keadaan




Iri

 Jangan engkau iri kepada siapapun 

karen



a sebuah nikmat, 

Karena engkau tidak tahu apa yang telah Allah ambil darinya, 

Dan janganlah bersedih karena sebuah musibah, 

Karena engkau tidak tahu apa yang akan Allah hadiahkan untukmu, 

Allah berfirman "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang diberikan pahala tanpa dikira kira"


Dahulu aku menangis karena aku berjalan tanpa alas kaki, 

Namun akhirnya aku berhenti menangis saat aku melihat lelaki tanpa kedua kakinya, 

Maka selalu ucapkanlah Alhamdulillah pada setiap keadaan.

Senin, 03 Januari 2022

Sabtu, 01 Januari 2022